Selamat Datang di Kampus Putih -Madrasah Darussalam IBS

Khutbah Jumat: Bersyukur di Tengah Ujian, Allah Tidak Membebani Hamba Melebihi Kemampuannya

Khutbah Jumat tentang pentingnya bersyukur di tengah ujian hidup. Allah tidak membebani hamba melebihi kemampuannya. Pelajari 4 bentuk syukur: sabar, istirjā’, terhindar dari musibah umat terdahulu, dan selamat dari musibah agama.

ARTIKEL/OPINI

Aulia Agustini - Media

8/29/20252 min baca

   Mdibs.sch.id - Setiap manusia pasti pernah merasakan ujian hidup. Ada yang diuji dengan kesedihan, kehilangan, kesempitan rezeki, bahkan dengan hal-hal kecil yang kadang membuat hati gelisah. Namun, Allah SWT mengingatkan kita dalam firman-Nya:

لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا
"Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya."
(QS. Al-Baqarah: 286)

Ayat ini menjadi peneguh hati, bahwa ujian yang kita hadapi tidak pernah melampaui batas kemampuan kita. Justru, melalui ujian itu Allah mendidik kita agar lebih sabar, lebih tawakal, dan lebih dekat kepada-Nya.

Ada empat hal yang bisa menjadi bentuk rasa syukur ketika kita menghadapi ujian

1. Bersyukur karena masih diberi kesabaran

    Sabar adalah anugerah yang tidak semua orang memilikinya. Allah memuji hamba-hamba-Nya yang bersabar dengan firman-Nya:

وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ
"Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar."
(QS. Al-Baqarah: 155)

Kesabaran itu sendiri adalah nikmat. Jika kita masih bisa menahan diri dari keluh kesah dan tetap berprasangka baik kepada Allah, berarti Allah sedang memberikan hadiah besar berupa kesabaran.

2. Membiasakan mengucapkan istirjā’ saat musibah

    Ucapan Inna lillahi wa inna ilaihi raji‘un bukan sekadar kata-kata. Kalimat ini mengingatkan kita bahwa hidup ini sepenuhnya milik Allah, dan kepada-Nya kita akan kembali.

Rasulullah ﷺ bersabda:

    "Tidaklah seorang hamba ditimpa musibah lalu ia berkata: Inna lillahi wa inna ilaihi raji‘un, Allahumma ajirni fi musibati wa akhlif li khairan minha, melainkan Allah akan memberi pahala dan menggantinya dengan yang lebih baik."
(HR. Muslim)

Dengan istirjā’, hati kita menjadi lebih tenang dan tidak larut dalam kesedihan.

3. Bersyukur karena tidak ditimpa musibah besar sebagaimana umat terdahulu

     Kita tentu mengenal kisah kaum ‘Aad, Tsamud, dan kaum Nabi Luth yang ditimpa azab besar karena kedurhakaan mereka. Allah SWT berfirman:

فَكُلًّا أَخَذْنَا بِذَنبِهِ
"Maka masing-masing (umat itu) Kami siksa karena dosa-dosanya."
(QS. Al-‘Ankabut: 40)

Musibah yang kita alami hari ini masih jauh lebih ringan. Itu pun bukanlah azab, melainkan peringatan agar kita kembali mendekat kepada Allah. Maka sudah sepatutnya kita bersyukur karena masih diberi kesempatan memperbaiki diri.

4. Bersyukur karena tidak ditimpa musibah dalam urusan agama

    Inilah nikmat terbesar yang sering kita lupakan. Kehilangan harta, jabatan, atau kesempatan masih bisa diganti, tetapi kehilangan iman adalah kerugian sejati.

Rasulullah ﷺ selalu berdoa:

اللَّهُمَّ لاَ تَجْعَلْ مُصِيبَتَنَا فِي دِينِنَا
"Ya Allah, janganlah Engkau jadikan musibah kami dalam urusan agama kami."
(HR. Tirmidzi)

Jika Allah masih menjaga iman kita, itu berarti Allah masih melindungi kita dengan nikmat yang paling berharga.

   Ujian hidup sejatinya adalah jalan menuju kedewasaan iman. Dengan bersyukur, kita akan melihat sisi positif dari setiap musibah. Bersyukur karena masih bisa sabar, bersyukur karena masih diberi lisan untuk beristirjā’, bersyukur karena tidak ditimpa azab besar seperti umat terdahulu, dan bersyukur karena iman kita masih Allah jaga.

   Semoga kita semua termasuk hamba-hamba yang sabar, bersyukur, dan selalu dekat dengan Allah SWT. Āmīn.***